Minggu, 31 Oktober 2010

DEFINISI DAN KELEBIHAN STUDENTSITE GUNADARMA BAGI MAHASISWA

STUDENT SITE adalah fasilitas berbasis web yang diperuntukan bagi semua mahasiswa Universitas gunadarma yang masih aktif. Dengan fasilitas ini, mahasiswa Universitas gunadarma dapat berkolaborasi dan saling mendapatkan informasi antar civitas akademika Universitas gunadarma.


Kelebihan studentsite bagi mahasiswa adalah Mahasiswa bisa membaca berita-berita terkini tentang Universitas Gunadarma yang juga dimuat di situs resmi universitas. Selain itu, segala berita akademis yang bersumber dari BAAK juga dapat dipantau dalam suatu fitur STUDENT SITE, yaitu LOCKER. Seperti halnya loker biasa yang dapat menyimpan berbagai barang pribadi si pemilik, fitur LOCKER ini juga meyimpan pesan dosen (Lecture Message) yang diberikan oleh dosen dari mahasiswa yang bersangkutan, Rangkuman Nilai, Jadwal Kuliah , dan Jadwal Ujian. Jadi dengan hanya membuka “LOCKER”, mahasiswa bisa tahu semua hal yang terkait dengan kegiatan akademisnya di Universitas Gunadarma.

Selain locker, STUDENT SITE juga memuat fitur ADDRESS BOOK yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola alamat-alamat email kolega dari mahasiswa yang bersangkutan.

Fitur bermanfaat lainnya yang dapat digunakan adalah CALENDAR. Fitur ini memungkinkan si mahasiswa mengatur jadwal hariannya selayaknya agenda. Dengan demikian, tidak ada kegiatan yang terlewatkan atau terlupakan. Mahasiswa juga dapat menyimpan dan mengelola file-file yang dimilkinya dengan fitur FILE MANAGER. 

Fitur lain yang juga menjadi daya tarik dari fasilitas STUDENT SITE adalah FORUM. Mahasiswa dapat berkomunikasi dan bertukar pikiran mengenai suatu topik yang sedang hangat saat ini dengan rekan-rekan sejawatnya melalui fitur ini. Fitur lain yang satu haluan dengan fitur FORUM, adalah POLLS. Dengan fitur ini, mahasiswa bisa menjaring pendapat rekan-rekannya mengenai suatu topik, peristiwa maupun fenomena yang sedang terjadi.

Selain itu, mahasiswa juga memperoleh fasilitas email dengan kapasitas 100 MB. Fitur email ini dapat diakses dalam satu layar (window) aplikasi dengan STUDENT SITE, sehingga si mahasiswa tidak perlu mengaktifkan aplikasi browser lagi untuk melihat ataupun membuat surat elektronik. Fitur ini juga menyediakan komponen yang sudah umum seperti filtering, managing folder, deleting, dan lainnya. Kapasitas yang besar juga membuat mahasiswa lebih fleksibel untuk mengatur aktivitas surat menyurat elektroniknya.

Fitur BOOKMARK adalah fitur yang harus dimanfaatkan oleh mahasiswa yang sering mencari informasi melalui internet, terutama jika mereka memiliki situs favorit yang sering mereka kunjungi. Karena dengan fitur ini si mahasiswa dapat menyimpan URL situs favoritnya tersebut untuk referensi di kemudian hari.

Semua itu bisa diakses di mana saja dan kapan saja.

BUDAYA DEMOKRASI

BUDAYA DEMOKRASI


ARTI
 Bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan
suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
His_story
 Berawal dari Yunani (500 SM)  Zaman itu dikenal demokrasi langsung karena
wilayah sempit dan penduduk sedikit  Dikembangkan menjadi polis  Abrahanm Lincoln : pemerintahan dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, dan untuk kepentingan rakyat
Sejarah di Indonesia
 Orde lama
 
Demokrasi liberal Demokrasi terpimpin Orde baru Reformasi
 Demokrasi pancasila
 
Liberal
 Saat PPKI membentuk KNIP (1945-1959)  Kebebasan berdemorasi membawa
pemerintahan ke parlementer  Muncul memorandum (071045)  Muncul maklumat wakil presiden no X (161045)  Maklumat membentuk parpol (031145)  Berlakunya UUDS 1950 yang tak sesuai harapan
balik
Demokrasi terpimpin
 Adanya dekrit presiden (1959-1965)  Terdapat banyak penyelewengan terhadap
pancasila dan UUD 45
balik
Orde baru
 Upaya menciptakan stabilitas politik (1966-1998)  Media masa dan rakyat takut mengeluarkan
pendapat  Timbul KKN dan banyak demo  Krisis ekonomi  Berakhir pada saat Soeharto turun
balik
Reformasi
 Tahun 1998-sekarang  Kepemimpinan BJ Habibie tak mendapat
dukungan  Gusdur turun setelah terpilih secara demokratis  Megawati cukup sulit dievaluasi demokratisasinya  SBY sedang memerintah
balik
Sistem demokrasi
 Sosialis-komunis  pancasila  Liberal
Sosialis-komunis
 Berlandaskan ajaran komunisme dan marxisme  Tidak mengakui hak asasi warga negaranya  Kekuasaan pemerintah tidak terbatas  Penganut : Eropa Timur, Kuba, RRC, KorUt,
Vietnam dan Rusia
balik
Liberal
 Memberikan kekuasaan pada parlemen-
parlemennya untuk membuat keputusan sendiri  Susuna kabinet berdasarkan sistem parlementer  Kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri
balik
pancasila
 Dijiwai oleh pancasila  Kedaulatan di tangan rakyat  Pengakuan dan perlindungan atas hak asasi
manusia  Pemerintahan berdasarkan hukum  Peradilan bebas dan tidak memihak  Pengambilan putusan atas musyawarah  Adanya parpol
balik
Prisip budaya demokrasi pancasila
 Kedaulatan di tangan rakyat  Pengakuan dan perlidungan HAM  Pemerintahan berdasarkan hukum  Peradilan yang bebas dan tak memihak  Pengambilan keputusan dengan musyawarah  Adanya parpol dan organisasi politik  Pemilu yang demokratis
Masyarakat Madani
 Sebutan untuk
  
suatu masyarakat yang memiliki karakteristik Bukan hanya tahu hak dan kewajibannya Ikut terlibat aktif
Prinsip Demokrasi
          
Pemerintahan berdasarkan konstitusi Pemilu yang demokratis Pemerintahan lokal Pembuatan undang-undang Sistem peradilan yang independen Kekuasaan lembaga kepresidenan Media yang bebas Kelompok-kelompok kepentingan Transparan Melindungi hak minoritas Kontrol sipil atas militer
Syarat negara demokrasi
 Adanya perlindungan HAM  Kebebasan berpendapat  Kebebasan berserikat, berorganisasi, dan
beroposisi  Pendidikan politik warga negara  Badan peradilan yang bebas dan adil

    Sabtu, 30 Oktober 2010

    BUDAYA POLITIK

    BUDAYA POLITIKJul 26, '08 10:46 AM
    for everyone
    A. PENDAHULUAN
    Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan (rumah). Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.
    Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
    Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain.
    Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politikperilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
    Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.
    B. PENGERTIAN BUDAYA POLITIK
    1. Pengertian Umum Budaya Politik
    Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O'G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.
    Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politikdan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.
    Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut :
    a. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
    b. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
    c. Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
    d. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status quo atau mendorong mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).
    Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual.
    1. Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli
    Terdapat banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep tentang budayapolitik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, tentang derajat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar, sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu-rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian dari beberapa ahli ilmu politiktentang budaya politik.
    a. Rusadi Sumintapura
    Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
    b. Sidney Verba
    Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
    c. Alan R. Ball
    Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
    d. Austin Ranney
    Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
    e. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
    Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
    Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut :
    Pertama : bahwa konsep budaya politik lebih mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai perilaku non-aktual seperti orientasi, sikap, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan Gabriel A. Almond memandang bahwa budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah sistem politikyang juga memiliki peranan penting berjalannya sebuah sistem politik.
    Kedua : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya setiap berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang diorientasikan dalam sistem politik, yaitu setiap komponen-komponen yang terdiri dari komponen-komponen struktur dan fungsi dalam sistem politik. Seseorang akan memiliki orientasi yang berbeda terhadap sistem politik, dengan melihat fokus yang diorientasikan, apakah dalam tataran struktur politik, fungsi-fungsi dari struktur politik, dan gabungan dari keduanya. Misal orientasi politik terhadap lembaga politik terhadap lembaga legislatif, eksekutif dan sebagainya.
    Ketiga budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik dalam tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitandengan pemahaman, bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.
    1. Komponen-Komponen Budaya Politik
    Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya politik merupakan dimensi psikologis dalam suatu sistem politik. Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney, adalah karena budaya politik menjadi satu lingkungan psikologis, bagi terselenggaranya konflik-konflik politik (dinamika politik) dan terjadinya proses pembuatan kebijakan politik. Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka komponen-komponen berisikan unsur-unsur psikis dalam diri masyarakat yang terkategori menjadi beberapa unsur.
    Menurut Ranney, terdapat dua komponen utama dari budaya politik, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations) dan orientasi afektif (affective oreintatations). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut.
    Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
    Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan pe-nampilannya.
    Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
    C. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK
    1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan
    Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.
    a. Budaya Politik Militan
    Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
    b. Budaya Politik Toleransi
    Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
    Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
    a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
    Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
    b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
    Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
    Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
    1. Berdasarkan Orientasi Politiknya
    Realitas yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
    Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politiksebagai berikut :
    a. Budaya politik parokial (parochial political culture), yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
    b. Budaya politik kaula (subyek political culture), yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif.
    c. Budaya politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.
    Dalam kehidupan masyarakat, tidak menutup kemungkinan bahwa terbentuknya budaya politik merupakan gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di atas. Tentang klasifikasi budaya politik di dalam masyarakat lebih lanjut adalah sebagai berikut.
    No
    Budaya Politik
    Uraian / Keterangan
    1.
    Parokial
    a. Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input, obyek-obyek output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati nol.
    b. Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus dalam masyarakat.
    c. Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan akan perubahan yang komparatif yang diinisiasikan oleh sistem politik.
    d. Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.
    e. Parokialisme murni berlangsung dalam sistem tradisional yang lebih sederhana dimana spesialisasi politik berada pada jenjang sangat minim.
    f. Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif dari pada kognitif.
    2.
    Subyek/Kaula
    a. Terdapat frekuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem politik yang diferensiatif dan aspek output dari sistem itu, tetapi frekuensi orientasi terhadap obyek-obyek input secara khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol.
    b. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah
    c. Hubungannya terhadap sistem plitik secara umum, dan terhadap output, administratif secara esensial merupakan hubungan yang pasif.
    d. Sering wujud di dalam masyarakat di mana tidak terdapat struktur input yang terdiferensiansikan.
    e. Orientasi subyek lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
    3.
    Partisipan
    a. Frekuensi orientasi politik sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek inputoutput, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati satu.
    b. Bentuk kultur dimana anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem politik secara komprehensif dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif (aspek input dan output sistem politik)
    c. Anggota masyarakat partisipatif terhadap obyek politik
    d. Masyarakat berperan sebagai aktivis.
    Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan dan memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes bila terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.
    Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu menyelesaikan sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan, karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh warga negara. Oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela, karena adanya saling percaya (trust) antar warga negara. Oleh karena itu dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.
    Budaya Politik subyek lebih rendah satu derajat dari budaya politikpartisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman bila membicarakan masalah-masalahpolitik.
    Demokrasi sulit untuk berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subyek, karena masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar untuk mengharapkan artisipasipolitik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik.
    Budaya Politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah, yang didalamnya masyarakat bahkan tidak merasakan bahwa mereka adalah warga negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistempolitik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik.
    Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh karena itu terdapat kesulitan untuk mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
    Namun dalam kenyataan tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :
    a. Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)
    b. Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)
    c. Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)
    Berdasarkan penggolongan atau bentuk-bentuk budaya politik di atas, dapat dibagi dalam tiga model kebudayaan politiksebagai berikut :
    Model-Model Kebudayaan Politik
    Demokratik Industrial
    Sistem Otoriter
    Demokratis Pra Industrial
    Dalam sistem ini cukup banyak aktivispolitik untuk menjamin adanya kompetisi partai-partai poli-tik dan kehadiran pemberian suara yang besar.
    Di sini jumlah industrial dan modernis sebagian kecil, meskipun terdapat organisasi politik dan partisipan politikseperti mahasiswa, kaum in-telektual dengan tindakan persuasif menentang sis-tem yang ada, tetapi seba-gian besar jumlah rakyat hanya menjadi subyek yang pasif.
    Dalam sistem ini hanya terdapat sedikit sekali parti-sipan dan sedikit pula keter-libatannya dalam peme-rintahan
    Pola kepemimpinan sebagai bagian dari budaya politik, menuntut konformitas atau mendorong aktivitas. Di negara berkembang seperti Indonesia, pemerintah diharapkan makin besar peranannya dalam pembangunan di segala bidang. Dari sudut penguasa, konformitas menyangkut tuntutan atau harapan akan dukungan dari rakyat. Modifikasi atau kompromi tidak diharapkan, apalagikritik. Jika pemimpin itu merasa dirinya penting, maka dia menuntut rakyat menunjukkan kesetiaannya yang tinggi. Akan tetapi, ada pula elite yang menyadari inisiatif rakyat yang menentukan tingkat pembangunan, maka elite itu sedang mengembang